Senin, 25 November 2013

Teori Utilitarianisme



Utilitarianisme merupakan bagian dari etika filsafat mulai berkembang pada abad ke 19 sebagai kritik atas dominasi hukum alam. Sebagai teori etis secara sistematis teori utilitarianisme di kembangkan Jeremy Betham dan muridnya, John Stuart Mill. Mnenurut mereka Utilitarianisme disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory). Karena utilitiarianisme dalam konsepsi Bentham berprinsip the greatest happiness of the greatest number. Kebahagiaan tersebut menjadi landasan moral utama kaum utilitarianisme, tetapi kemudian konsep tersebut di rekonstruksi Mill menjadi bukan kebahagiaan pelaku saja, melainkan demi kebahagiaan semua. Dengan prinsip seperti itu, seolah-olah utilitarianisme menjadi teori etika konsekuensialisme dan welfarisme.
Menurut (Shomali, 2005: 11), Utilitarianisme terkadang disebut dengan Teori Kebahagiaan Terbesar yang mengajarkan tiap manusia untuk meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena, kenikmatan adalah satu-satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik. Oleh karena itu, sesuatu yang paling utama bagi manusia menurut Betham adalah bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan sedapat dapatnya mengelakan akibat-akibat buruk. Karena kebahagianlah yang baik dan penderitaanlah yang buruk.
Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan sebanyak mungkin orang. Prinsip kegunaan harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama sedangkan aspek kuantitasnya dapat berbeda-beda.
Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas adalah the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang). Hal ini dapat dipahami bahwa di mana kebahagiaan disamakannya dengan kenikmatan dan dengan kebebasan perasaan sakit. Berkat konsep fundamentalnya tersebut Jeremy Betham diakui sebagai pemimpin kaum Radikal Filosofis yang sangat berpengaruh. Akan tetapi teori yang di usung Betham tersebut mempunyai banyak kelemahan terutama tentang moralitas, sehingga para pengkritik mencelanya sebagai pig philosophy; filsafat yang cocok untuk Babi. Salah paham tersebut kemudian berusaha diluruskan kembali oleh pengikutnya, Jhon Stuart Mill. Para utilitarian menyusun argumennya dalam tiga langkah berikut berkaitan dengan pembenaran euthanasia (mercy killing):
(1). Perbuatan yang benar secara moral ialah yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia.
(2). Setidaknya dalam beberapa kesempatan, perbuatan yang paling banyak memberikan jumlah kenikmatan dan kebahagiaan pada manusia bisa dicapai melalui euthanasia.
(3). Oleh karena itu, setidaknya dalam beberapa kesempatan, euthanasia dapat dibenarkan secara moral.
Sekalipun mungkin argumen di atas tampak bertentangan dengan agama, Bentham mengesankan bahwa agama akan mendukung, bukan menolak, sudut-pandang utilitarian bilamana para pemeluknya benar-benar memegang pandangan mereka tentang Tuhan yang penuh kasih sayang. Pada sisi lain, para utilitarian menolak eksperimen2 saintifik tertentu yang melibatkan binatang, lantaran kebahagiaan atau kenikmatan harus dipelihara terkait dengan semua makhluk yang bisa merasakannya—terlepas apakah ia mukhluk berakal atau tidak. Lagi2, buat mereka, melakukan hal yang menambah penderitaan adalah tindakan imoral.
Istilah – istilah yang kami dapat dari para ahli
Menurut (Salam, 1997: 76).
Utilitarianisme secara etimologi berasal dari bahasa Latin dari kata Utilitas, yang bearti useful, berguna, berfaedah dan menguntungkan. Jadi paham ini menilai baik atau tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang didatangkannya
Menurut (Mangunhardjo, 2000: 228).
secara terminology utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan. Sebaliknya, yang jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak
Menurut Jhon Stuart Mill
sebagaimana dikutip Jalaluddin Rakhmat Utilitarianisme adalah aliran yang menerima kegunaan atau prinsip kebahagiaan terbesar sebagai landasan moral, berpendapat bahwa tindakan benar sebanding dengan apakah tindakan itu meningkatkan kebahagiaan, dan salah selama tindakan itu menghasilkan lawan kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan adalah kesenangan dan hilangnya derita; yang dimaksud dengan ketakbahagiaan adalah derita dan hilangnya kesenangan.
Menurut (Rakhmat, 2004: 54)
Utilitarianisme merupakan pandangan hidup bukan teori tentang wacana moral. Moralitas dengan demikian adalah seni bagi kebahagiaan individu dan sosial. Dan kebahagiaan atau kesejahteraan pemuasan secara harmonis atas hasrat-hasrat individu (Aiken, 2002: 177-178).
Ciri-ciri Ultilitarianisme
1. Kritis.
Utilitarianime berpandangan bahwa kita tidak bisa begitu saja menerima norma moral yang ada. Utilitarianisme mempertanyakan norma itu. Sebagai contoh, seks sebelum nikah. Bagi penganut utilitarianisme, seks sebelum nikah itu belum tentu buruk. Harus dianalisis dulu apakah kegunaan seks pra nikah itu. Apakah akibat baik yang ditimbulkan seks pra nikah itu lebih besar daripada akibat buruknya. Kalau akibat baiknya lebih besar maka seks pra nikah itu bukan saja tidak dapat dilarang tetapi wajib dilakukan. Kalau akibat buruk seks pra nikah itu lebih besar maka seks pra nikah itu wajib dilarang.
2. Rasional.
Utilitarianisme tidak menerima saja norma moral yang ada. Ia mempertanyakan dan ini mengandaikan peran rasio. Utilitarianisme ini bersifat rasional karena ia mempertanyakan suatu tindkan apakah berguna atau tidak. Dalam kasus seks pra nikah tadi, utilitarianisme mempertanyakan sebab-sebab seks pra nikah dilarang.
3. Teleologis.
Utilitarianisme itu bersifat teleologis karena suatu tindakan itu dipandang baik dari tujuannya. Artinya suatu tindakan itu mempunyai tujuan dalam dirinya sehingga dapat dipandang baik.
4. Universalis.
Semboyan yang terkenal dari utilitarianisme adalah sesuatu itu dianggap baik kalau dia memberi kegunaaan yang besar bagi banyak orang. Hal ini sering dipakai dalam bidang politik dan negara. Contoh, di kota A akan dibangun jalan tol karena itu beberapa rumah akan kena gusur. Dengan alasan demi kepentingan yang lebih besar dan kepentingan orang banyak, pemerintah akan meminta mereka yang rumahnya kena gusur agar pindah. Tindakan menggusur ini dianggap benar karena penggusuran itu dilakukan demi kepentingan yang lebih besar dibandingka kepentingan mereka yang rumahnya digusur.

Dua Macam Teori Utilitarianisme
1. Utilitarianisme Tindakan.
Suatu tindakan itu dianggap baik kalau tindakan itu membawa akibat yang menguntungkan.
2. Utilitarianisme Peraturan.
Teori ini merupakan perbaikan dari utilitarianisme tindakan. Sesuatu itu dipandang baik kalau ia berguna dan tidak melanggar peraturan yang ada.

Tanggapan Kritis
1. Kesulitan Menentukan Nilai Suatu Akibat.
Mengikuti etika normatif utilitarianisme kita tentu tidak mudah menetukan mana akibat lebih baik (lebih berguna) dari beberapa tindakan. Dalam kehidupan kita kita seringkali berhadapan dengan berbagai pilihan. Contoh, pergi ke sekolah, mengunjungi anggota keluarga yang sakit, makan mie pangsit. Kita sulit menetukan mana lebih baik pergi ke sekolah atau mengunjungi keluarga yang sakit. Makan mie pangsit tentu membuat kita merasa kenyang apalagi bagi orang yang suka mie pangsit, tindakan makan mie pangsit tentu sangat berguna karena memberi kepuasan. Pergi ke sekolah akan membuat kita bisa pintar. Sekarang bagaimana mentukan akibat yang lebih baik dari tindakan tersebut? Inilah kelemahan pertama etika normatif utilitarianisme ini.
2. Bertentangan dengan Prinsip Keadilan
Kelemahan kedua dari teori utilitarianisme ini adalah teori ini bertentangan dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh, karena pembangunan jalan tol, pemerintah dengan mudah mengusir keluarga Sukribo. Alasan yang diberikan adalah membangun jalan tol lebih berguna daripada membiarkan rumah Pak Sukribo tidak dibongkar. Alasan ini tampaknya masuk akal. Akan tetapi alasan ini bertentangan dengan keadilan. Adalah tidak boleh mengorbankan manusia demi kepentingan manusia lain. Dengan prinsip utilitarianisme pemerintah gampang saja mengadakan penggusuran dengan alasan demi kepentingan umum. Di sini kemanusiaan orang yang digusur dikorbankan. Hal inilah yang bertentangan dengan prinsip keadilan yakni mengorbankan manusia.
Kasus/Artikel
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Pada saat ini, banyak sekali terdapat toko penjual pulsa /counter pulsa di sekitar lingkungan tempat tinggal saya yang tentunya banyak memberikan manfaat pada masyarakat sekitar. Namun dikala persaingan dalam bisnis ritel semakin ketat, ada sebuah toko penjual pulsa yang memberikan harga yang sangat murah dibandingkan dengan toko penjual pulsa/counter pulsa lainnya.
Analisis
          Di sekitar tempat tinggal saya ada sebuah cuonter pulsa yang memberikan harga yang paling murah bila dibandingkan dengan counter pulsa lainnya. Perbedaan harga ini sangat signifikan karena perbedaan harga pulsa dan perlengkapan handphone seperti aksesoris di counter pulsa ini jika dibandingkan pada counter pulsa lainnya bisa mencapai Rp 500-1000. Selain itu dibandingkan dengan counter pulsa yang lainnya yang berada dilingkungan rumah saya, counter pulsa ini lebih lengkap dengan produk-produk peralatan aksesoris handphone mulai dari casing, case sampai charger berbagai macam handphone.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori etika utilitarian menjelaskan bahwa suatu kegiatan bisnis adalah baik dilakukan jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat.
           Salah satu contohnya adalah keberadaan counter pulsa yang berada dilingkungan rumah saya, karena dengan keberadaan counter ini sangat memberikan manfaat selain menjual pulsa yang lebih murah juga menjual berbagai macam perlengkapan handphone yang lebih lengkap.

CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY (CSR) PERUSAHAAN UNILEVER



Unilever Hadirkan Program CSR Baru Bertajuk "Markas Petualangan Taro"

Menyusul kesuksesan Jakarta Green & Clean (JGC), PT. Unilever Indonesia, Tbk melalui merek camilan andalannya, Taro, meluncurkan program Corporate Social Responsibility (CSR) baru bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT). Program kepedulian pada anak-anak ini mulai dijalankan oleh masyarakat pada April 2008 lalu. Unilever yang berkiprah di Indonesia sejak 1933 ini menciptakan MPT dengan tujuan untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli dan kreatif melalui aktivitas petualangan dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal.

"Kampanye Markas Petualangan Taro kami yakini akan memberikan manfaat bagi masa depan anak-anak kita, karena masa depan bangsa ini terletak di tangan mereka," tutur Adeline Ausy Setiawan selaku Marketing Manager Modern Snacks & Beverages PT. Unilever Indonesia, Tbk. "Kami menyadari, untuk mewujudkan misi sosial ini kami tidak dapat melakukannya sendiri, maka kami menggandeng JGC yang telah sukses dengan program pemberdayaan masyarakat untuk lebih peduli mencintai lingkungan. Dan untuk mengimplementasikannya kami bermitra dengan Masyarakat, PKK, psikolog dari Propotenzia dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk saling bahu-membahu demi mewujudkan karakter anak yang unggul," jelas Ausy.

Ausy menambahkan, "Pada tahap awal MPT berlangsung di 25 RW (Rukun Warga) yang tersebar di DKI Jakarta, dengan masing-masing wilayah Kotamadya dipilih lima titik. Ke-25 titik ini merupakan proyek awal. Psikolog anak Lina E. Muksin, M.Psi berpendapat, "Setiap anak memiliki jiwa petualang, anak usia Sekolah Dasar mulai mengenal lingkungan di luar rumah sebagai aktifitas petualanganya. Sayangnya di kota-kota besar pada umumnya kurang ramah terhadap anak, di mana amat minim lahan bermain. Tak heran banyak anak bermain di ruang terbuka yang bukan difungsikan sebagai lahan bermain yaitu jalanan. Jika kondisi ini tidak diakomodir dengan baik akan menjerumuskan anak untuk menyerap secara langsung yang ada di lingkungannya."

General Manager Yayasan Unilever Peduli, Sinta Kaniawati, memaparkan bahwa MPT merupakan anak program JGC - MPT terlahir dari program JGC yang secara holistik mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya, tetapi juga mengajak masyarakat untuk peduli tehadap perkembangan anak di lingkungannya. Berdasarkan pengamatan tim JGC, pihaknya melihat area JGC masih kekurangan sarana untuk bermain anak, padahal lingkungan tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan lahan yang tersedia sebagai sarana anak untuk berpetualang. Oleh karena itu pihaknya menggandeng Taro untuk menggarap program sosial kemasyarakatan yang dapat mengeliminir masalah kurangnya lahan bermain buat anak-anak."

Program MPT dikemas dengan misi agar semua anak tetap bisa tumbuh sesuai dengan kebutuhan usianya sehingga mereka berkembang dengan masa kanak-kanak yang lebih menyenangkan dan bermakna. Menurut Brand Manager Taro Amalia Sarah Santi, "MPT mengajak masyarakat luas untuk berperan serta menjadi sahabat bermain dan pelindung, di mana mereka bisa mendapatkan dukungan dan membangun harapan bersama."

Berdasarkan riset yang dilakukan di area MPT oleh Propotenzia hubungan antara orang tua dan anak kurang berjalan maksimal, ini dikarenakan 83% orang tua cenderung mengalami stres. Oleh karena itu peran orang kurang efektif dalam mengasuh anak. Sehingga anak cenderung kurang optimal dalam perkembangan psikososialnya yaitu penggambaran citra diri yang negatif, kurang dapat mengendalikan emosi, kurang harmonis dengan orang tua, tidak dapat bersosialisasi.

Sarah melanjutkan, "MPT juga ditujukan untuk lebih mempererat hubungan antara anak dan ibunya melalui aktifitas petualangan yang digelar secara berkala di lingkungan masing-masing. Melalui program MPT, anak dapat kembali bebas bermain, termasuk mengenal lingkungannya di tengah kurangnya lahan bermain. Sebagai contoh lapangan badminton yang biasanya dipakai orang dewasa setiap Sabtu atau Minggu dapat digunakan menjadi ajang bermain anak-anak peserta program MPT. Melalui aktivitas petualangan yang dilakukan secara rutin selama 2 jam per minggu, anak-anak mendapat kesempatan untuk melatih dan mengembangkan kompetensi, berinteraksi dengan teman sebaya, terlibat dalam kerjasama tim, kreatif memecahkan masalah, menumbuhkan kepedulian dan mengembangkan inisiatif, mengontrol emosi serta mengevaluasi diri. Program ini juga sebagai sarana memberdayakan para Ibu untuk turut serta mendidik anak, serta mampu membuat anak memiliki haknya kembali untuk bermain." Beberapa contoh permainan dalam MPT adalah "Peta RT-ku", "Ranjau Darat", "Sekolah Batu", "Para Semut Petualang", "Sahabat Taro Peduli" dan "Keluargaku Teman Petualanganku". "Program Markas Petualangan Taro mengharapkan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam menanamkan kepedulian akan pentingnya membentuk karakter anak melalui aktifitas petualangan di lahan sekitar. MPT yang dikembangkan dan dimiliki masyarakat diharapkan akan bermanfaat, berkelanjutan dan optimal, "Sarah menambahkan.

Program MPT versus fenomena anak jalanan

Kurangnya lahan bermain dapat menjadi salah satu pemicu kenaikan anak jalanan. Psikolog anak Lina E. Muksin, M.Psi mengatakan anak di usia sekolah sangat suka berpetualang. Hanya saja, rumah dan benda-benda di dalamnya bukan lagi area petualangan yang menarik bagi anak. Mereka ingin sesuatu yang baru sehingga lingkungan di luar rumah menjadi tujuan mereka berpetualang. Pengaruh lingkungan dapat diserap langsung oleh anak sehingga berakibat buruk, seperti anak usia dini yang mulai merokok, tingginya angka anak jalanan, serta hal-hal negatif lainnya. Sebagai contoh kondisi di kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang masih memprihatinkan, di mana ruang ruang terbuka bebas terus berkurang. Di Jakarta, ruang terbuka hijau pada 2002 hanya tersisa 5.059 Ha ( 9 % ) dari luas DKI sebesar 66.152 Ha.

Tentang PT Unilever Indonesia Tbk

PT Unilever Indonesia Tbk yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1933, telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat Indonesia selama 75 tahun. Unilever, sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap masyarakat, secara berkelanjutan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) tidak hanya pada program korporasi, tetapi juga pada brand-brandnya yang 95% produknya digunakan rumahtangga. Sukses Unilever tidak dapat diraih tanpa kepercayaan masyarakat. Program sosial masyarakat yang dilakukan brand-brand Unilever di antaranya: Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), Program Edukasi Kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), Program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango), Program memerangi kelaparan dan membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band) dan masih banyak lagi. Dalam bidang korporasi, di bawah payung Yayasan Unilever Indonesia, Unilever menjalankan tanggung jawab sosial perusahaannya dalam bidang: program pemberdayaan masyarakat/UKM (Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam), program edukasi kesehatan masyarakat (Pola Hidup Bersih dan Sehat / PHBS), Program Lingkungan (Green and Clean), dan lain-lain.

Sebagai perusahaan penyedia consumer products yang mempunyai peran penting di Indonesia, Unilever adalah produsen merek-merek terkenal di seluruh dunia yang juga terkenal di tingkat regional dan lokal, antara lain Pepsodent, Lifebuoy, Lux, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Rinso, Molto, Pond's, Citra, Blue Band, Royco, Bango, Wall's dan masih banyak lagi. Sebagai perusahaan yang telah 'go public' pada tahun 1981 dan sahamnya tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, Unilever memiliki komitmen kuat untuk terus maju bersama Indonesia. Pada tahun 2007 PT Unilever Indonesia Tbk berhasil meraih pertumbuhan laba besih 14% atau mencapai Rp 2 triliun, dengan pertumbuhan penjualan 11% atau mencapai Rp 12,5 triliun.

Posisi Unilever Indonesia yang kuat sebagai pemimpin pasar telah diakui melalui berbagai penghargaan nasional dan internasional yang diterima oleh perusahaan. Pada tahun 2007, Unilever Indonesia menerima 76 penghargaan lokal dan regional baik dari berbagai media massa papan atas maupun instansi pemerintah, antara lain: Asia's Leading Companies 200 Award (The Wall Street Journal); Top 100 Performing Companies in Asia Pacific (D&B Asia Pacific); International Stevie Award (International Business Award - Best Communications Team); Finance Asia Award (Majalah Finance Asia - 3 penghargaan: Best Managed Companies, Most Committed to Corporate Governance, Most Committed to a Consistent Good Dividend Policy); Asia's Best-Performing Companies (Business Week Magazine); International Green Apple Environment Award (The Green Organisation, UK); The Best Corporate PR & Brand PR Awards (Majalah Mix & SWA - 8 penghargaan); Indonesia Most Admired Companies (IMAC) Award (Majalah Business Week & Frontier); Anugerah Business Review Awards (Majalah Business Review - 6 penghargaan: Best Company, Best Financial Performance, Best CSR programme, Best Management of Safety, Quality & Environment and Best Corporation Secretary); The Indonesian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Award (Dunamis & Teleos, UK); Metro TV MDGs Award (Metro TV - penghargaan lingkungan) dan banyak lagi.


KOMENTAR:

Dari kegiatan CSR yang telah dilakukan oleh Unilever tersebut, dapat dikatakan bahwa Unilever cukup sukses dalam menjalankan program CSR-nya. Terbukti dari beberapa penghargaan yang telah diraih Unilever melalui program CSR yang telah dilaksanakan, juga Unilever sukses dalam program Green & Clean Unilever yang sempat menarik perhatian dunia internasional, hal ini terbukti dengan diterimanya penghargaan International Energy Globe Award, dimana Unilever meraih penghargaan untuk program lingkungan berkelanjutan untuk kategori air (water). Menurut saya Unilever dinilai sebagai perusahaan yang paling sukses dan serius menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR). Hal tersebut terlihat pada kebijakan perusahaan yang menempatkan CSR sebagai bagian organisasi perusahaan. Yaitu, CSR dibuat divisi sendiri di bawah direksi.

Referensi :

Kasus Pelanggaran terhadap Etika Bisnis



Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As
Perang provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian.
Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule jelek..”. Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan, “sejujur baim, sejujur XL”. Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!” Nggak cukup di situ,  kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.
Analisis :
Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.”\

Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan, bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan tidak sehat ini.

Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.






Penyelesaian masalah yang dilakukan antara provider kartu XL dan karti AS dan Tindakan pemerintah

Dalam kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider yang terbaik di Indonesia. Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.

Namun pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai berikut:
    UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
    UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
    UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
    UU No. 7 tahun 1996
    PP No. 69 tahun 1999
    Kepmenkes No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
    PP No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
    PP No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
    Kepmenkes No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU Penyiaran).
Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)
Siaran iklan niaga dilarang melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):
 promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif; promosi rokok yang memperagakan wujud rokok; hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.